Lanjutan materi catatan sebelumnya..
Perpu adalah
peraturan pemerintah yang setingkat dengan UU. Jika disetujui oleh DPR maka
akan menjadi UU.
Hukum Adat, Hukum Kebiasaan, Hukum Agama
A.
Hukum Adat
Adalah hukum asli bangsa Indonesia yang tidak tertulis dalam bentuk
peraturan perUU RI yang disana sini dipengaruhi oleh hukum agama.
B.
Hukum Kebiasaan
Adalah kebiasaan asing yang timbul dalam praktek hukum yang dibawa dan
diresepsi oleh bangsa Indonesia yang merupakan akulturasi ( perpaduan ) hukum
asing dengan hukum Indonesia. Contohnya dalam persidangan pengadilan, selalu
yang dipanggil pertama adalah terdakwa.
C.
Hukum Agama
Adalah hukum yang bersumber dari wahyu dari suatu agama – agama.
Fiducia
adalah pinjam uang dengan kepercayaan.
Jurisprudentie
Putusan hakim
yang bersifat tetap yang tidak diatur didalam perUU.
Doktrin
Ajaran hukum.
Bisa berupa konvensi, kesepakatan, pendapata dari para ahli hukum.
Fungsi Hukum Indonesia
Sesuai dengan falsafah Pancasila, fungsi hukum Indonesia sebagai pengayom
yang lambangnya cakra yang bermakna mengayomi masyarakat, melindungi
kepentingan masyarakat dengan memperhatikan kepentingan perorangan akan melemah
pada saat mulai berjalan kepentingan umum.
Tujuan Hukum Indonesia
Salah satu teori etis ( semata – mata untuk keadilan ), hukum Indonesia
bertujuan untuk mempertahankan, memelihara dan melaksanakan tata tertib
masyarakat dalam NKRI melalui peraturan baik yang dibuat oleh negara maupun
lahir dari masyarakat dengan memperhatikan asas keadilan, asas kepastian hukum
dan asas manfaat.
Sistem Hukum Indonesia
Sistem hukum Indonesia adalah seperangkat peraturan hukum baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang berhubungan satu dengan yang lainnya untuk
mencapai masyarakat Indonesia yang tertib, adil, dan damai. Yang bidangnya
meliputi:
¶
Hukum
Perdata
Q
Tidak
Tertulis ( Hukum Adat, Hukum Kebiasaan ).
Q
Tertulis
( BW, WVK, Hukum Islam ).
¶
Hukum
Pidana
¶
Hukum
Acara Pidana
¶
Hukum
Tata Negara
¶
Hukum
Administrasi Negara
¶
Hukum
Acara Tata Usaha Negara
¶
Hukum
Agraria
¶
Hukum
Perburuhan
¶
Hukum
Internasional
Hukum
Perdata Belanda ( Burgelijke Wetbook ( BW ) )
Code Cipil dari romawi kemudian dibawa ke Perancis
menjadi Code Napoleon lalu dibawa ke Belanda disebut Kodifikasi Hukum Sipil
kemudian dibawa ke Indonesia menjadi KUH Perdata ( Hindia Belanda ).
Sistematika Hukum Perdata
1.
Menurut Ilmu Pengetahuan
A.
Bagian I Mengenai Hukum Perorangan ( Persoon Recht )
Yaitu mengatur tentang kedudukan orang dalam hukum, hak – haknya,
kewajibannya dan akibat hukum.
B.
Bagian II mengenai Hukum Keluarga ( Familie Recht )
Yaitu mengatur hubungan hukum antara orang tua dengan anak, suami dengan
istri, hak- hak dan kewajibannya.
C.
Bagian III Mengnenai Hukum Harta Kekayaan ( Vermogen Recht )
Yaitu kedudukan benda dan hak – hak kebendaan.
D.
Bagian IV Mengenai Hukum Waris ( Ert Recht )
Yaitu mengatur kedudukan benda yang ditinggal mati oleh pemiliknya.
2.
Dilihat dari Kodifikasinya:
A.
Buku I tentang Orang
& Hukum Perorangan
& Hukum Keluarga
B.
Buku II Tentang Benda
& Hukum Harta Kekayaan.
& Hukum Waris.
C.
Buku III Tentang Perikatan
& Lahir dari PerUU.
& Lahir dari Perjanjian.
D.
Buku IV Tentang Bukti dan Kadarluarsa
& Mengenai alat – alat bukti.
& Kedudukan benda akibat lampau waktu (
Verjaring ).
I.
Hukum Perorangan
Mengatur tentang subyek hukum. Subyek hukum adalah pendukung atau pembawa
hak atau segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban yang disebut orang
atau persoon. Orang bisa berupa manusia dan badan hukum. Manusia biasa
disebut Naturlijke Persoon sedangkan Badan Hukum disebut Rechts Persoon.
A.
Manusia sebagai Subyek Hukum
Manusia sebagai subyek hukum dimulai sejak lahir sampai meninggal atau jika
kepentingan menghendaki maka anak dalam kandungan sudah menjadi subyek hukum.
Di Indonesia semua manusia adalah orang.
B.
Asas Pokok Tentang Manusia Sebagai Orang
1.
Asas
melindungi HAM.
2.
Setiap
orang harus mempunyai nama dan tempat tinggal dalam rangka:
J
Kemana
pengadilan memanggil.
J
Pengadilan
mana yang berwenang.
3.
Asas
perlindungan kepada yang tidak cakap ( tidak mampu melaksanakan kewajibannya ).
Misalnya:
J
Wanita
bersuami.
J
Orang
yang belum dewasa ( Minderjarig ).
J
Dibawah
pengampuan.
C.
Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum
Badan – badan atau perkumpulan – perkumpulan dianggap oleh hukum sebagai
orang jika mempunyai hak, kewajiban dan dapat melakukan perbuatan hukum seperti
manusia yang mempunyai kekayaan sendiri, ikut dalam lalu lintas hukum melalui
pengurusnya , dapat digugat dan menggugat didepan hakim.
¶ Badan Hukum Publik
& Mempunyai wilayah ( Kabupaten, Propinsi,
Kota ).
& Tidak mempunyai wilayah ( Unib, Pengadilan
).
¶ Badan Hukum Privat / Swasta
PT, CV,dll.
D.
Syarat Sahnya Badan Hukum:
Secara
Materiil:
& Mempunyai kekayaan tersendiri.
& Mempunyai pengurus, mempunyai Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( AD / ART ).
Secara Formiil:
& Ada akta pendirian dari Notaris.
& Terdaftar di pengadilan negeri.
& Diumumkan dalam berita negara.
II.
Hukum Keluarga
Mengenai hukum keluarga dan hukum perkawinan dalam KUH Perdata, sepenuhnya
telah dicabut dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sekaligus berlaku
UU No. 1 Tahun 1974 secara nasional.
Kekuasasan
orang tua terdapat dalam Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974:
( 1 ) Kedua
orang tua wajib memelihara dan mendidik anak – anak mereka sebaik – baiknya.
( 2 ) Kewajiban
orang tua berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban
tersebut terus berlaku meski pun perkawinan putus.
Pasal
mengenai perkawinan
( 1 ) Anak
wajib menghormati dan menaati orang tua dengan baik.
( 2 ) Jika anak
telah dewasa, ia memelihara orang tua sesuai kemampuannya. Jika membutuhkan.
Kewajiban orang tua atau kewajiban anak disebut Alimentasi yang sebaliknya disebut hak Alimentasi. Kewajiban
Alimentasi orang tua adalah:
Ø
Sampai
anak kawin atau mandiri.
Ø
Mewakili
anak dalam dan diluar pengadilan.
Ø
Tidak
boleh memindahkan hak anak atas benda tidak bergerak kecuali kepentingan anak
membutuhkan.
Kewajiban ini
bisa dicabut jika orang tua melalaikan kewajiban atau berkelakuan buruk
sedangkan kewajiban anak sampai orang tuanya meninggal.
III.
Hukum perkawinan ( UU No. 1 Tahun 1974 )
Ketentuan perkawinan telah berlaku berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 yang mempunyai
asas sebagai berikut:
Ø
Tujuan
perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Sahnya
perkawinan:
Ø
Jika
dilakukan menurut hukum agama masing – masing dan kepercayaaan itu.
Ø
Dilakukan
pencatatan yaitu di KUA dan kantor catatan sipil.
Ø
Asas
monogami yaitu 1 suami 1 istri kecuali suami menghendaki melalui putusan
pengadilan dapat beristri lebih dari 1.
Ø
Mempersulit
terjadinya perceraian dan harus dilakukan dengan alasan tertentu didepan hakim.
Syarat
Perkawinan:
Ø
Perkawinan
terjadi atas dasar persetujuan kedua mempelai tanpa paksaan.
Ø
Tidak
ada larangan perkawinan.
Ø
Batas
umur laki – laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun, kecuali ada dispensasi.
Ø
Bagi
yang belum 21 tahun harus izin dari kedua orang tuanya atau yang masih hidup
atau walinya atau pengadilan jika kedua orang tuannya berbeda pendapat.
Ø
Harus
dicatat.
Ø
Yang
masih terikat perkawinan harus dapat izin pengadilan.
Harta
benda Perkawinan:
Ø
Harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Ø
Harta
bawaan, hadiah, warisan dibawah kekuasaan masing – masing kecuiali ada
perjanjian perkawinan.
Putusnya
perkawinan:
1.
Karena
kematian.
2.
Karena
perceraian oleh pengadilan dengan alasan:
Ø
Zina,
pemabuk, pemadat dan penjudi.
Ø
Meninggalkan
2 tahun tanpa izin.
Ø
Salah
satu dihukum 5 tahun atau lebih.
Ø
Penganiayaan.
Ø
Satu
pihak tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
Ø
Cekcok
yang tidak dapat dirukunkan.
IV.
Hukum Harta Kekayaan
Hukum Benda
Yang dimaksud benda adalah segala barang dan hak yang dapat dimiliki orang
dan dapat digunakan sebagai obyek hubungan hukum, sehingga obyek hukum adalah
benda yang dapat berupa barang dan pihak.
Barang
Ø
Tidak
berwujud ( piutang ).
Ø
Berwujud
Ø
Bergerak
( tangan ke tangan atau penbawa / Bezitter )
Ø
Tidak
bergerak ( balik nama atau pemilik yang tertulis dalam surat ).
Hak
Ø
Relatif
( hak yang timbul karena perjanjian ).
Ø
Mutlak
( HAM, Hak Alimentasi, Hak Nafkah ).
V.
Hukum Perikatan
Hukum perikatan mengatur hubungan hukum antara 2 orang atau lebih yang
menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu yang disebut dengan
kreditur dan pihak yang lain mempunyai kewajiban melakukan
sesuatu yang disebut dengan debitur. Obyek hukum disebut Prestasi memenuhi
hubungan hukum disebut berprestasi sedangkan tidak memenuhi dinamakan Wan
Prestasi ( ingkar janji ). Prestasi dapat berupa:
Menyerahkan
sesuatu.
Berbuat
sesuatu.
Tidak
berbuat sesuatu.
Sumber
Hukum Perikatan:
A.
Perjanjian
Merupakan sumber utama dari perikatan sehingga dalam kasus perdata, hak
jika tidak menemukan penyelesaian melalui isi perjanjian barulah hakim mencari
ketentuan dalam perundangan. Perjanjian
adalah suatu perbuatan mengikatkan diri antara satu orang atau lebih dengan
satu orang atau lebih yang lain yang menimbulkan akibat hukum berupa hak dan
atau kewajiban.
B.
Perundang – Undangan
1.
Lahir
dari ketentuan PerUU. Misalnya nafkah.
2.
Karena
tindakan yang diatur oleh perUU. Pengurusan sukarela.
Ø
Tindakan
menurut hukum.
Ø
Tindakan
melawan hukum ( pasal 1365 BW ).
Ø
Kerugian
yang disebabakan oleh sesuatu yang dibawah kekuasaan kita, wajib kita
mengganti.
Berakhirnya
Perikatan:
1.
Pemenuhan
perjanjian.
2.
Subrograsi
( penggantian kreditur karena pembayar ).
3.
Consignatie
( penawaran pembayaran diikuti penitipan uang di pengadilan ).
4.
Novasi
( pembaharuan hutang lama dengan hutang baru ).
5.
Kompensasi
( perjumpaan hutang ).
6.
Percampuran
hutang karena perkawinan.
7.
Pembebasan
hutang karena kreditur.
8.
Pembatalan
dan batal demi hukum karena tidak dipenuhi syarat subyektifnya.
9.
Musnahnya
benda.
10.
Timbul
syarat yang membatalkan.
11.
Kadarluarsa
( Verjaring ) lewat waktu.
VI.
Hukum waris ( dalam BW )
Hukum waris mengatur kedudukan dan perpindahan harta kekayaan orang yang
telah meniggal kepada orang lain ( ahli waris yang berhak ). Cara pembagiannya
ada 2, yaitu:
A.
Menurut Undang – Undang
Bahwa cara pembagian, para ahli waris, bagian – bagiannya telah ditentukan
dalam UU. Menurut BW, ada pergantian ahli waris kecuali ahli waris yang
bersangkutan menolak.
B.
Wasiat
Yaitu cara pembagian dan bagian – bagiannya ditentukan dalam wasiat, yang
harus dibuat secara tertulis.
VII.
Hukum Dagang ( WVK )
Hukum dagang
mengatur 3 hal, yaitu:
1.
Tentang
perniagaan pada umumnya mengatur:
Ø
Pembukuan.
Ø
Jenis
persekutuan.
Ø
Bursa
perniagaan, makelar, kasir.
Ø
Komisioner,
ekspeditur, pengangkut.
Ø
Wesel
dan surat sanggup.
Ø
Cek,
kuitansi, promes.
Ø
Reklame
( hak mengambil kembali barang oleh penjual atau kreditur karena debitur pailit
).
Ø
Asuransi.
2.
Hak –
hak yang timbul karena pengapalan.
3.
Peraturan
kepailitan ( berhenti membayar ).
Sumber Hukum
Dagang
1.
Tertulis
dalam bentuk kodifikasi
Ø
KUH
Perdata ( BW bersifat umum ).
Ø
KUH
Dagang ( WVK bersifat khusus ).
2.
Kebiasaan
– kebiasaan yang timbul dalam hubungan dagang ( Konvensi ).
3.
Yang
tertulis tapi diluar kodifikasi dalam bentuk PerUU RI. Misalnya UU koperasi.
Semoga bermanfaat.